[part 2] Sisi Lain D.N. Aidit, Mengapa Dipa dan Nusantara?

, , 8 comments
(Bagi yang belum baca part 1, klik di sini)

Dulu, orde baru sangat anti PKI, walau hanya sekadar membicarakannya saja. Aku sempat menanyai ibuku mengenai hal itu (beliau menjadi saksi pembantaian kala itu, live!). Ia selalu berbisik, dan mukanya mendadak tegang, "Ndak boleh ngomongin itu, De! Nanti didenger orang dan nggak selamat."

Nah! Kita tahu bahwa kebebasan bicara dan berpendapat di Orde Baru memang sangat mahal. Bahkan kadang harganya adalah nyawa.

Tapi itu dulu!
Kini arus informasi tentang PKI (dengan Aidit sebagai ketuanya) bebas terbuka. Dua saudara Aidit, Sobron dan Murad, membuat buku tentang Aidit, dan beredar bebas setelah reformasi. Sobron menulis buku Aidit: Abang, Sahabat dan Guru di Masa Pergolakan (2003), sedangkan Murad menulis Aidit Sang Legenda (2005).


Dari cerita Murad, kita dapat mengetahui bahwa revolusi pertama Aidit adalah mengganti namanya sendiri, dari Achmad Aidit menjadi Dipa Nusantara Aidit. Disebutkan bahwa pada usia 17 tahun, Aidit meminta pada ayahnya agar diizinkan mengganti nama.

Ini kisah Murad lebih panjang:

"Di zaman pendudukan Jepang, hubungan antara kami di Jakarta dengan keluarga di Belitung putus sama sekali. Kiriman ayah untuk membayar kos pun tak dapat diharapkan lagi. Pada waktu itu Bang Amat atau Achmad Aidit sudah mengganti namanya menjadi Dipo Nusantara Aidit. Penggantian nama pada masa itu tidak dapat dilakukan sesederhana sekarang. Jika ketahuan seseorang telah mengganti namanya dianggap sebagai tindak kejahatan beresiko berat.

"Disambut Mao Zedong dalam kujungan ke Tiongkok"  

"Sebelum Jepang datang, surat menyurat antara Ayah dengan Bang Amat perihal perubahan nama ini cukup ramai. Masalahnya nama Bang Amat tercatat dalam daftar gaji Ayah sebagai Achmad. Apabila ketahuan tak ada lagi yang bernama Achmad maka ini akan ditindak sebagai kejahatan yang cukup merepotkan.

"Akhirnya diputuskan nama baru itu baru digunakan jika telah memperoleh pengesahan dari Burgerlijke Stan (catatan sipil). Bang Amat sudah merasakan bahwa lapangan politik yang dipilihnya mengandung resiko tinggi, baik bagi dirinya maupun keluarganya. Itu sebab dia bersikeras mengganti namanya dari Achmad menjadi D.N. Aidit, untuk sedikit melindungi keluarganya.


Lantas mengapa Dipa dan mengapa Nusantara?

Dalam kajian "Aidit dan Partai Pada Tahun 1950", yang terlampir pada buku Sobron, Jacques Leclerc mengungkap hasil penelitiannya:

"Di Tanjung Pandan, Achmad bersekolah di Holland Indlansche School. Kemudian, atas permintaannya sendiri kepada ayahnya, dia diantar pamannya ke Jakarta. Di Jakarta, ia bersekolah di Sekolah Dagang Menengah (Handles School).

Nah,
Di sinilah dia terjun ke pergerakan pemuda hingga memperoleh kesempatan berhubungan dengan Barisan Pemuda Gerindo yang dipimpin Wikana, Ismail Widjaja, A.M. Hanafi dan lain-lain, dan Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia yang diketuai Chaerul Saleh. Waktu itu, dia meminta ayahnya untuk menyetujui pengubahan namanya menjadi Dipa Nusantara, dengan tetap mencantumka nama ayahnya.

"Permintaan itu dikabulkan!

Nama Dipa Nusantara itu untuk menghormati perjuangan pahlawan Diponegoro dan agar memberi inspirasi kepada Aidit dalam usahanya membebaskan Nusantara. Mengubah nama atau memilih gelar yang mengandung arti politik sudah agak biasa di kalangan pemuda nasionalis.

Misalnya ada A.M. Hanafi diberi gelar Anak Marhaen. Mah. Yamin diberi gelar Mahaputera Yamin oleh Soekarno, karena pemikiran dan jasanya. Mahaputera itu sebuah gelar, sebagaimana gelar Mahatma di India untuk Mahatma Gandhi.

Jadi, penggantian nama sudah biasa bagi para aktivis revolusioner, tetapi justru karena itu keseriusan Aidit meminta izin ayahnya sama sekali tidak biasa. Artinya luar biasa, karena menunjukkan perilaku santun, yang tidak terbayangkan jika segenap demonisasi terhadap Aidit wajib dipercaya.

Menurut anda, bagaimana pribadi seorang Aidit?

* * *
(diketik ulang dengan pengubahan seadanya seperlunya)

8 komentar:

  1. hah, kak.. saya bingung! Bagaimana ia bisa mengganti namanya jadi begitu nasionalis, sementara ia dikatakan orang jahat oleh sejarah?

    BalasHapus
  2. @bloggerbekasi: nah itu lah bro... nama nya diganti menjadi nasionalis adalah fakta sejarah... tapi cap2 buruknya dari penguasa :) pilih mana?

    BalasHapus
  3. jangan diliat dr sejarag yg selalu ngejelek2in Aidit, menurut gua aidit orang yang sangat nasionalis dan sosialis dan jg sbg revolusioner kalo dulu dia berhasil!

    BalasHapus
  4. kalo mnurut yg aku baca disini, aidit memang org yg nasionalis, tp mengapa dia dicap buruk? setiap org pny sisi baik n buruknya... kliatan dr tulisan km yg bilang aidit itu ga trima kalo sajaknya ga dimuat n dy lgsg bersikap arogan.
    jadi ud kliatan jls sisi buruk n baiknya di review ini...

    BalasHapus
  5. sejarah selalu yg menciptakan pemenang....bungkarno

    BalasHapus
  6. cek di youtube aja kenapa waktu itu pki dibersihkan, karena banyak kepentingan barat, ketika itu perang dingin yg memperebutkan idiologi dan indonesia adalah negara yg mampu mempengaruhi malaya, jepang dan malaysia. dan suharo salahsatu antek cia menjadi eksekutor melalui abri (walau masih debatebel). namun pada jaman itu tdk ada manusia hebat yg mampu medisign pembunuhan masal di jawa dan bali dgn biadap kecuali amrik dan sekutunya inggris dan singapur, https://www.youtube.com/watch?v=ve7iVM5QpTQ

    BalasHapus

Tinggalkan komentar sebagai name/url, dan tulis namamu di sana...