Puisi Bung Karno Melihat Indonesia

, , 14 comments
Bung Karno seorang proklamator? Semua orang sudah tau.

Bung Karno seorang yang menginspirasi negara-negara Asia Afrika untuk merdeka? Semua orang sudah tau juga.

Bung Karno punya tiga medali penghargaan dari Vatikan -yang membuat Presiden Prancis mengeluh, "saya yang beragama Kristen kok cuma dapat satu!" :D - Nah, yang ini baru sedikit yang tahu.

Kalau Bung Karno seorang seniman, sudah banyak kah yang tau?


"Perlu jiwa seni untuk menyatukan belasan ribu pulau agar seirama, bergabung dalam satu ombak revolusi yang menggelora!", kata Beliau suatu ketika. Sebagai arsitek lulusan ITB, perancang Monas, perancang taman kenegaraan di Yogyakarta, perancang revolusi Indonesia, yeah... Bung Karno memang seorang seniman sekaligus pecinta seni.

Berikut ini salah satu hasil karyanya: puisi!

AKU MELIHAT INDONESIA
Soekarno

Jika aku berdiri di pantai Ngliyep...
Aku mendengar lautan Indonesia bergelora...
Membanting di pantai Ngeliyep itu...
Aku mendengar lagu –sajak Indonesia...

Jikalau aku melihat...
Sawah menguning menghijau...
Aku tidak melihat lagi...
Batang padi menguning – menghijau...
Aku melihat Indonesia...

Jika aku melihat gunung-gunung...
Gunung Merapi, Gunung Semeru, Gunung Merbabu...
Gunung Tangkupan Prahu, gunung Klebet...
Dan gunung-gunung yang lain...
Aku melihat Indonesia...

Jikalau aku mendengar pangkur palaran...
Bukan lagi pangkur palaran yang kudengarkan....
Aku mendengar Indonesia...

Jika aku menghirup udara ini...
Aku tidak lagi menghirup udara...
Aku menghirup Indonesia...

Jika aku melihat wajah anak-anak di desa-desa...
Dengan mata yang bersinar-sinar...
(berteriak) Merdeka! Merdeka!, Pak! Merdeka!...

Aku bukan lagi melihat mata manusia...
Aku melihat Indonesia!...
* * *

"...sampai akhir menutup mata..."
Apapun yang beliau lihat dan rasa, hal itu bukan lagi jadi hal berbeda-beda, tapi satu: Indoensia. Terasa, bagaimana cintanya beliau pada karya kesayangannya: negara Indonesia dengan Pancasila yang ia jadikan rohnya.


Ah... persetan dengan kepentingan partai yang banyak orang ributkan sekarang ini! Entah mengapa kini semua egois membela kepentingannya sendiri. Bisa-bisanya, Bung, mereka melihat perbedaan di setiap hal. Ah, kurindukan engkau yang bahkan melihat persamaan pada nas, a, dan kom.

Aku jadi ingat, betapa sedihnya Bung Karno saat anak kandung pertamamu, Partai Nasional Indonesia alias PNI pecah jadi dua. Belum lagi pemilu yang banyak membawa partai bukan berdasar asas lagi, namun berdasarkan kepentingan politisi semata. Bung menangis, ya.. engkau menangis, sedih, dan berkata lirih...
"... sistem multipartai begini adalah cara paling ampuh untuk membunuh bayi Indonesiaku yang baru belajar merangkak..."

Kata-katanya puluhan tahun lalu itu usang?
Bila kulihat televisi sampai media sosial kini, tidak juga.

Orang-orang di sana sedang asik saling menyalahkan satu sama lain. Riang gembira begitu ada partai atau golongan lawan yang sedang ditimpa sial. Gembira nian!

"Golongan lawan", kalian anggap, hah?

Mungkin itu kata Bung kalau Bung bisa bangkit dari kubur, dan melanjutkan lagi dengan lirih...
"Itu saudaramu, nak. Saudara kandung satu ibu: Indonesia!

Hah... satu nusa satu bangsa, masih saling mangsa dan hina!

* * *

Bung...
Sekarang, partai-partai saling ribut. Elit-elit (termasuk anak perampuanmu, Bung) bahkan tak mau saling bersalaman. Entahlah mereka masih tergetar atau tidak pada kisah saat engkau dan Hatta berbeda pandangan, namun tetap menangis bersama seperti anak kecil di ranjang kematianmu. Belum lagi ekstrimist yang saling curiga, saling sinis, merasa paling benar. Entah apa yang terjadi di Indonesiaku sekarang.

Sedih memang, namun aku bersyukur kau telah tiada. Aku tak kuasa membayangkan bagaimana wajahmu saat melihat bayi yang kau bidani kelahirannya dulu ini sekarang begitu rapuh, oleh orang-orang yang sibuk saling sikut, meributkan kepentingannya sahaja!

Mata mereka tak lagi melihat Indonesia,
seperti matamu melihatnya

Ah, Bung....
Doakan anak-anakmu ini, ya! Seharusnya aku memanggilmu "Bapak" dan bukan "Bung" tapi yah sudahlah...

Dulu, anak-anak pewaris Indonesia senantiasa dalam pangkuanmu, kau tuntun dengan cerita-cerita epik, yang membuat mereka bangga dan cinta pada Indonesia. Aku masih disana, masih dipangkuanmu, melihatmu berkisah sambil mengacungkan tangan penuh semangat ke angkasa...



Aku dan beberapa anak lain, yang semakin tergilas oleh gelombang anak-anak yang tidak melihat Indonesia sepertimu, dan lupa pada Bapaknya...

Enam Juni.
Selamat Lahir, Bapak...
Istirahat yang tenang disana, Bapak!
Anakmu selalu,




6 Juni, tanggal lahirnya Bung Karno
21 Juni, tanggal wafatnya Bung Karno.
Beliau wafat, tapi sejatinya tak pernah "mati"

14 komentar:

  1. sepertinya pemimpin dari kalangan seniman lebih peka terhadap perasaan rakyatnya dari pada mantan seorang jenderal.

    BalasHapus
  2. sip bagus info nya menamabah wawasan dan
    sangat berguna

    BalasHapus
  3. rindu punya pemimpin seperti bung karno mungkin butuh ratusan tahun untuk ada lagi pemimpin seperti beliau

    BalasHapus
  4. Adakah sosok selanjutnya yang seperti beliau? :(

    BalasHapus
  5. ijin nyimak artikelnya
    terimakasih atas informasinya

    BalasHapus
  6. mantap gan info nya bagus sekali saya suka dengan info nya

    BalasHapus
  7. terimakasih atas informasinya
    sukses terus ,
    di tunggu info-info terbarunya

    BalasHapus
  8. terimakasih atas informasinya
    di tunggu informasi selanjutnya

    BalasHapus
  9. artikel di blog ini sangat menarik dan bagus
    terimakasih gan

    BalasHapus
  10. keren gan,ditunggu artikel selanjutnya

    BalasHapus

Tinggalkan komentar sebagai name/url, dan tulis namamu di sana...