Seorang astronomer, namanya Phil Plait, di malam ini tengah bingung!

 

Esok pagi, ia musti memberi kata sambutan di student science fair, acara yang berisi pertunjukan sains bagi anak-anak. Sialnya, ide belum muncul-muncul. "Ngomong apa, ya?" begitu mungkin ia membatin.

 

Sembari mencari ide, televisi di ruang tamunya hidup. Tayangan berita muncul. Sembari menonton, Phil terkejut. Jengkel tepatnya.

 

Entah apa isi beritanya, tapi Phil menyebutnya sebagai "typical pseudo-sains fluff piece": opini khas dukun-konspiratoris yang sukanya mengejek, antipati, ogah-ogahan dengan ilmu pengetahuan. Kalau di era sekarang, mungkin mirip kaum bumi datar. Bisa juga kaum yang kalau sakit malah lebih percaya dukun, atau kaum yang mirip-mirip lah.

 

"Parahnya, kaum yang kayak gini terlalu sering tampil di media arus utama!" kutuk sang astronomer. Geram. Ia marah, lalu tertuanglah dalam quote yang tergambar di atas. Setengah berdoa, setengah berharap, ia sampaikan curahan hatinya ke depan anak-anak pecinta ilmu pengetahuan keesokan harinya.

* * *

 

Hai, Vanesha. Sampai juga engkau di laman web ini, akhirnya. 


Berapa umurmu? Tahun berapa sekarang? Sehatkah engkau? Ibumu masih selalu menawan? Masih hidupkah aku? Apakah tindakan Rusia menggerudug Ukraina dengan di tahun 2022 berujung perang nuklir dunia?


Begitu banyak pertanyaan. Ku harap engkau baik-baik saja.


Aku menulis ini di Selasa, 8 Maret 2022. Tepatnya jam setengah dua belas siang, di teras rumah. Ingatkah engkau? Aku sedang diklat Work From Home sejak minggu lalu (sehingga tak bisa menemanimu bermain di Sawe hari pengrupukan dan ngembak geni).


Kukira kau tak ingat, kan usiamu belum genap dua tahun. Tapi aku takkan lupa wajahmu saat aku mengetik kalimat ini. Coba lihat sendiri...


Kau yang selalu berusaha mengajak bermain, saat aku WFH :D
Kau yang selalu berusaha mengajak bermain, saat aku WFH :D


Saat engkau asyik mentowel-towel layar laptopku, aku sedang tak sengaja membaca kartun. Tentang seorang astronomer yang berpesan ke generasi selanjutnya. Sumbernya dari sini. Sangat bagus situs itu, Zen Pencil namanya. Melihat kartun di atas, seketika, aku teringat padamu, dan dunia yang akan kau hadapi kelak.


Saat ini, dunia sedang penuh pergolakan. Virus merajalela, namun orang-orang ribut tentang konspirasi rekayasa. Bila orang-orang melihat suatu fenomena, dengan mudahnya mereka berlari ke supranatural. Kian banyak yang menafikan ilmu pengetahuan, dan bersandar pada adat maupun ajaran-ajaran. Logika dihadang kebiasaan, dan sayangnya, logika lebih sering kalah. 


Padahal, manusia itu rentan.

Homo sapiens ndak punya cakar, racun bisa, taring, dan alat pertahanan diri lain -ia hanya punya logika. Menafikan logika, berarti menafikan satu-satunya alat pertahanan hidup yang dianugerahkan semesta pada spesies kita. Begitu kata Harari di buku kerennya: Sapiens. Sudah kusiapkan untukmu, versi english, bahasa Indonesia, maupun file .pdf-nya. Bersama dengan komik Filsuf Jagoan. Terserah, pilih yang mana.


Vanesha ku tersayang.


Bersandarlah di science. Seeratnya, seteguhnya. Selalu penasaran. Pertanyakan segala sesuatu. Jangan mau tunduk pada dogma usang yang -saking angkuhnya- pantang untuk dipertanyakan dan haram diragukan. "Stay hungry, stay foolish..." begitu nasihat Steve Jobs.


Ingin aku bersamamu terus. Ingat kah engkau sebulan lalu? Engkau begitu takjub, Vanesha, saat kuperlihatkan semprotan air cisss cisss ternyata bisa menampilkan pelangi saat disentak mentari sore. Itulah dispersi cahaya. Science itu indah, bukan? 


Ingin ku seperti ending kartun di atas: melihat bintang bersamamu. Membahas bintang mana yang akan jadi supernova atau jadi katai putih. Berbagi cerita tentang betapa menakjubkannya klorofil, sampai serunya revolusi kognitif yang dikisahkan dokdes Ryu Hasan dan Gita Wirjawan.


Semoga aku selalu bisa menemanimu. Berbagi cerita semesta dan rahasianya.


Semoga aku tak jadi tua dan membosankan. Atau malah jadi pemeluk dogma, yang memaksamu percaya kebiasaan dan ajaran lama yang tak boleh dipertanyakan.


Aku sayang engkau. Sesayang itu. Bebaskan pikiranmu, bahkan dariku.


Jangan lupa, Nak, untuk sayangi ibumu selalu. 


Saat aku mengetik ini, kalian tengah bernyanyi bersama. Engkau habis makan ceker. Yang ia masak sejak pagi, karena di liburan kemarin, Wirya bercerita bahwa Sally lahap makan ceker. Jadilah ibumu ingin kau juga seperti anak Wirya: lahap dan sehat. 


Kulirik kalian di sana, kalian sedang bahagia, dalam tenda kesayanganmu. Aku beranjak dan mengambil gambar. Ibumu tak tahu, aku tengah menulis tentang ia dan kau.


Ceria Vanesha, Cerianya Mama


Ibumu lebih bahagia melihatmu lahap makan, dibanding kebahagiaanya sendiri. Aku mencintainya. Seperti mencintaimu juga. Sama-sama, ya Nak.


Sudah, tulisan ini sudah hampir selesai. Sana beranjak. 


Bangun. 


Peluk ibumu. Seperti yang kau lakukan tiap saat saat sejak 2021. Aku jamin, sumpah mati, pelukan, senyuman, dan makan lahapmu adalah segalanya untuknya.


Dan untukku juga...


Sudahlah, aku selesaikan menulis ini, dan pergi untuk memeluk kalian yang sedang asyik mencuci piring di dapur.


Aku sayang kalian.


Ayahmu, Temanmu,

Semoga menjadi sobat ceritamu