Dunia Para Raksasa

, , 5 comments
Entah di mana, pernah kubaca semacam percakapan Bung Karno dengan seorang anak kecil. Kureka ulang percakapan itu dengan kata-kataku sendiri.
"Nak," sapa Bung Karno pada seorang anak Indonesia, "Hayo, duduk di sini, di sebelah Bapak. Bapak punya cerita!"
Si anak langsung beringsut, mendekati Bapak sambil menampakkan wajah penasaran. "Cerita apa, Pak?"

"Dulu, dunia ini dihuni oleh raksasa-raksasa. Ya, raksasa!" Bung Karno memulai kisahnya. Reaksi si anak yang tadi penasaran langsung berubah kecut.


"Oh! Aku kira cerita serius... raksasa... 😒 ada-ada aja Bapak ini."


"Serius ini Nak, benar-benar raksasa," tangkis Bung Karno tersenyum jenaka. "Sekarang dengar ceritaku, dan kau akan terpukau 😉 "
* * *

Sampai detik itu, aku juga mengkerutkan dahi. Persis anak kecil diatas. Aku kira Putra Sang Fajar akan menceritakan filosofi Pancasila, perjuangan rakyat-rakyat Asia Afrika, atau kisah nyata heroik lainnya. "Cerita Raksasa"? Hah... cuma cerita dongeng.
Tapi, ternyata aku salah kira. Salah besar!

* * *

"Dulu, Nak, raksasa-raksasa itu benar-benar ada di dunia. Mereka berjalan seperti kita di atas tanah yang sama kita pijak, tapi mereka bukan manusia biasa. Mereka raksasa!"

Bung Karno berhenti sejenak, melihat reaksi si anak yang masih kebingungan, lalu ia melanjutkan. "Raksasa itu ada yang bernama Napoleon, raksasa itu ada juga yang bernama George Washington, Jefferson, Karl Marx, Lennin, ada pula yang namanya Hitler, dan banyak lagi raksasa-raksasa gagah berani lain!"

"Mereka bukan raksasa, Pak!" sergah si anak, emosi. "Mereka manusia biasa. Bahkan Napoleon badannya kecil, jauh dari raksasa, sampai-sampai dipanggil Le Petit Corporal, si Kopral Kerdil"


"korporal kecil hobi baca"

Kali ini Bung Karno tersenyum lagi, "Heh Nak... kuno sekali caramu memandang dunia. Sampai kapan manusia terobsesi pada ukuran terus. Ukuran tak pernah jadi patokan, camkan itu. Gandhi-pun disebut orang besar, tapi badannya kecil sahaja, bukan? Jadi apa yang membuatnya jadi orang besar?"

Mata si anak mendongak, menunggu jawaban...

"Tidak lain tidak bukan, adalah pemikirannya. Ideologinya. Dulu dunia seru dan berwarna karena para raksasa. Raksasa dalam pemikiran dan pendirian. Raksasa ideologi yang membuat dunia jadi berwarna-warni, jadi bergelora!" tukas Bung Karno.
Bung Karno bersama para pemimpin dunia


"Ah... aku tahu yang kau kau pikirkan," sergah Bung Karno saat melihat air muka sang anak hendak menyela, "Ya, ya, banyak yang bilang mereka penjahat, orang kejam, bahkan orang gila. Jangan pernah percaya sepenuhnya pada sejarah, Nak, karena sejarah selalu ditulis oleh pemenang. Contoh mudah saja, bila Indonesia tak merdeka dan masih dijajah Belanda, aku yakin kau akan diberitahu lewat buku-buku sekolahmu bahwa aku adalah seorang pemberontak, seorang bandit celaka!"
(lebih lengkap tentang demonisasi tokoh sejarah bisa dilihat di sini)

"Ah, aku rindu dunia yang dulu..." kata Bung Karno, menerawang," George Washington membawa angin baru  menampar imperialisme Inggris dengan Declaration of Independent, Karl Marx melahirkan ideologi baru demi nasib kaum buruh di Eropa. Hitler, Napoleon, semua orang kecil yang mampu memukau jutaan rakyat mereka. Tak masuk akal bila mereka jahat sempurna, sementara mereka berdiri di depan jutaan rakyat yang mendukung dengan berapi-api."

Che Guevara menyambut pemimpin Gerakan NonBlok
"Merekalah raksasa-raksasa yang tidak sekadar numpang hidup di dunia, mereka ikut memelintir, memeras, membentuk dunia yang mereka hidupi itu! Berusaha mewujudkan cita-cita pemikiran, menularkan gagasan dan ide-ide baru pada dunia. Mereka raksasa-raksasa yang sangat hebat 😊 !"

"Bagaimana dengan duniamu, Nak? Masihkah ada raksasa disana? Masihkah ada orang berhati seluas dan sekeras samudera yang semangatnya memukul-mukul dunia?"


* * *

Aku mendadak teringat pada kata-kata Ayahku di rumah dulu. Saat itu aku libur dari kuliah di Jakarta, dan kami duduk selonjoran di teras sambil melihat matahari tenggelam di sudut Kabupaten Jembrana yang sepi.

Kutanya dia, "Ji, dulu, inget nggak pas Aji mengkritik togel yang marak di Jembrana via Balipost? Sampai pas aku pulang dari sekolah, aku lihat Aji lagi diintogasi tiga intel di rumah sambil nunjuk-nunjuk aku."


"Ingat lah..." kata Aji ku sambil nyengir. "Besoknya dipanggil ke kantor polisi buat diintrogasi lagi. Tiga jam, haha 😄 !"

Kutanyai lagi, "ngobrolin apa aja di sana?"

Aji ku berkata, "Polisinya bilang gini, Bapak sadar nggak kalau Bapak ini membuat banyak orang tidak nyaman karena "pemasukannya" terganggu? Aji langsung aja tunjuk kamu yang lewat pulang dari sekolah sambil bilang gini: Saya selalu suruh anak baca Vivekananda, buku yang Soekarno baca kala di penjara. Saya suruh dia ingat kalimat di bab I halaman 3 yang digarisbawahi Bung Karno, katakanlah hanya kebenaran walaupun sedang ada ujung pedang terhunus di lehermu."

Aku manggut-manggut, dan Aji melanjutkan, "camkan baik-baik ini, De, ini kata Zainnudin MZ. Saat kita mati nanti, Tuhan akan bertanya "apa yang sudah kau lakukan", dan bukannya "apa yang kau lakukan berhasil atau tidak". Pegang prinsip, punyai hati raksasa walau badan kecil..."



(ditulus sambil berfikir....
"cerita ini butuh sekuel... ;)"

5 komentar:

  1. hihi...
    saya suka tulisanmu wo...
    selalu menggelitik pemikiran saya yang sempit :)

    BalasHapus
  2. Kembali kita akan mengingat apa yang suadah kita lakukan untuk bangsa ini melihat apa yang sedang terjadi saat ini....

    BalasHapus
  3. seorang yang dapat q banggakan

    BalasHapus
  4. saya sangat suka dengan info nya gan terimakasih



    BalasHapus

Tinggalkan komentar sebagai name/url, dan tulis namamu di sana...